![]() |
| Galant Prabajati menyampaikan materi terkait perilaku digital publik dalam Rakorbid KIM DPP LDII di Jakarta, Sabtu (15/11). Foto: Dok. DPP LDII. |
Jakarta, 15 November 2025 — DPP Lembaga Dakwah Islam Indonesia (LDII) menyoroti perubahan besar dalam perilaku digital masyarakat Indonesia yang kini menjadikan media sosial sebagai ruang utama untuk mencari validasi sosial. Pembahasan ini disampaikan oleh anggota Divisi Litbang LINES DPP LDII, Galant Prabajati, pada Rapat Koordinasi Bidang Komunikasi Informasi dan Media (Rakorbid KIM) yang digelar pada Sabtu (15/11).
Dalam paparannya, Galant menjelaskan bahwa masyarakat tidak lagi sekadar mencari informasi, tetapi juga mencari “pembenaran” melalui interaksi digital. Ia mencontohkan fenomena global yang terjadi di Nepal, ketika pemilihan Perdana Menteri dilakukan melalui mekanisme voting warganet.“Percakapan digital bisa memicu pembesaran isu dalam hitungan menit. Jika tidak dikelola, dampaknya bisa masuk ke dalam pergerakan masyarakat,” ujar Galant.Galant menilai bahwa ruang digital kini menjadi arena pembentukan opini publik yang sangat cepat dan dapat berdampak langsung pada dinamika sosial di lapangan.
Menurut Galant, LDII menghadapi berbagai tantangan di era informasi, mulai dari penyebaran hoaks, stigmatisasi lama yang terus direproduksi, hingga provokasi digital.
Ia menekankan pentingnya strategi komunikasi yang disiplin:
“Langkah pertama ketika menghadapi masalah adalah musyawarah dengan pemangku kepentingan internal. Jangan terburu-buru merilis pernyataan,” katanya.Galant juga mengingatkan bahwa perilaku individual warga LDII di media sosial sering kali memengaruhi persepsi publik secara luas.
“Perilaku individual yang tidak bijak bisa menimbulkan generalisasi terhadap LDII secara keseluruhan,” tegasnya.Galant juga menguraikan prinsip-prinsip dasar dalam manajemen krisis yang perlu diterapkan oleh struktur organisasi LDII, yaitu:
Tetap tenang, tidak reaktif.
Semua isu dibahas internal sebelum rilis publik.
Kesatuan komando dan narasi.
“Krisis membutuhkan kepala dingin. Reaksi cepat yang tidak terukur justru memperburuk keadaan,” ujarnya.
Mengacu pada Indonesia Digital Report 2025, ia menyampaikan bahwa:
143 juta penduduk Indonesia adalah pengguna aktif media sosial.
Rata-rata waktu layar (screen time) mencapai 7,5 jam per hari.
“Ruang digital tidak sekadar tempat berbagi konten, tetapi arena pembentukan cara pandang. Jika kita hadir secara konsisten dan kreatif, nilai-nilai kebaikan bisa menjangkau lebih banyak orang,” kata Faza.Pedoman Konten Dakwah Digital: Relevan, Etis, dan Menarik
Faza memberikan sejumlah panduan untuk para kreator digital LDII:
- Kenali target audiens.
- Pilih platform yang tepat.
- Gunakan hook yang kuat.
- Terapkan storytelling dan visual rapi.
- Gunakan identitas khas LDII.
- Bangun interaksi seperti Q&A, polling, kuis, dan kompetisi.
“Konten yang berhasil biasanya punya kesan pertama yang baik. Hook itu penentu apakah orang akan lanjut menonton atau langsung scroll,” ujarnya.Ia juga mengingatkan agar setiap informasi, terutama yang berkaitan dengan keagamaan, diverifikasi sebelum dibagikan.
“Konten dakwah membawa tanggung jawab moral. Pastikan akurat, bersumber jelas, dan tidak menimbulkan salah paham,” tegasnya.


Posting Komentar