LDII SIDOARJO - “Sesungguhnya Aku tidak menyia-nyiakan amal orang-orang yang beramal di antara kamu, baik laki-laki atau perempuan, (karena) sebagian kamu adalah turunan dari sebagian yang lain”
(QS Ali Imran : 195)


Siang hari itu, setelah sholat Dhuhur. Saya berkumpul bersama kolega-kolega wanita di kantor. Kami semua berjilbab. Semuanya wanita karir. Kemudian, salah satu kolega bercerita mengenai pengalamannya membaca salah satu perdebatan sengit antara seorang laki-laki Amerika dan wanita muslim berjilbab dari Inggris di sosial media Twitter. Rupanya, laki-laki ini baru saja mengatakan pada si wanita bahwa agama Islam itu menganggap wanita sebagai properti dan budak bagi suaminya. Tanpa dia ketahui, wanita muslim ini adalah seorang dokter muda yang baru saja menyelesaikan studi spesialisnya. Dia juga telah mampu membantu suaminya secara finansial dan domestik untuk menyekolahkan dan merawat dua gadis manis mereka. Selain itu, laki-laki ini tidak tahu bahwa wanita yang dia debat memiliki nama yang sama dengan tokoh Islam yang dapat mematahkan semua argumennya. 

Namanya adalah Khawlah. Seorang wanita muslim di zaman Rasullullah dan juga salah satu mujahidah. Khawlah hingga kini dianggap sebagai panglima perang perempuan terhebat sepanjang sejarah, yang saat itu oleh lawan kemahirannya dalam memimpin peperangan disejajarkan  dengan Khalid bin Walid. (Abul Husn 2003)

Cerita tersebut membukakan mata saya mengenai isu ideologi mengenai wanita Islam. Masih cukup banyak masyarakat non-muslim yang memandang Islam sebagai agama yang mengekang hak-hak perempuan. Ironisnya, kita tidak bisa membantah akan adanya diskriminasi dan objektifikasi wanita sebagai tidak lebih dari pelengkap kehidupan domestik, ideologi yang bahkan seringkali dimiliki oleh beberapa laki-laki muslim di seluruh dunia. Hal ini tentu saja telah mendiskreditkan ayat Al-Quran ataupun Hadits yang berulang kali mendorong adanya isu kesetaraan dan hak perempuan. 

NABI MUHAMMAD DAN FEMINISME
Penemu dan presiden dari Ubiquity University, Jim Garrison menulis sebuah artikel di Huffpost tentang Nabi Muhammad SAW dengan headline tebal “Muhammad Was A Feminist” (2017) atau “Muhammad adalah seorang Feminist”. Dalam tulisannya Garrison menuturkan, jika dibandingkan dengan tokoh pendiri agama lain seperti Buddha, Kristen, atau Hindu, Rasulullah SAW adalah satu-satunya tokoh yang dengan tegas dan lantang mengangkat serta menyerukan hak-hak perempuan. Garrison (2017) bahkan berani mengatakan bahwa Rasulullah SAW adalah feminis pertama dalam sejarah.  

     Pada masa sebelum Islam mulai masuk ke Arab sekitar abad ke-7, keadaan perempuan disana sangat menyedihkan. Bukanlah hal yang aneh pada saat itu untuk membunuh bayi-bayi perempuan, karena bayi perempuan dianggap tidak berguna. Namun, setelah masuk dan berkembangnya Islam, Nabi Muhammad SAW mengangkat hak para wanita, berikut adalah beberapa perintah Rasulullah SAW untuk menaikkan hak-hak perempuan antara lain:
  1. Melarang dan menolak keras praktik pembunuhan bayi perempuan.
  2. Memberikan wanita hak untuk memiliki properti, hak gono gini, dan warisan.
  3. Sebelumnya mas kawin yang diberikan saat menikah akan diberikan kepada ayah sebagai bukti kontrak “pembayaran” untuk memiliki anak perempuannya. Rasulullah SAW melarang hal ini dan sebagai gantinya, mas kawin merupakan hak milik penuh wanita yang akan dinikah.
  4. Sebelumnya, wanita mengajukan perceraian tidaklah diperbolehkan. Rasulullah SAW menghapuskan hukum ini dan memperbolehkan wanita menceraikan suaminya.

Rasulullah SAW dalam kesehariannya juga terkenal sebagai seseorang yang santun kepada wanita. Dalam salah satu riwayat dikatakan bahwa beliau juga melakukan semua pekerjaan rumah sendiri, seperti memasak, membersihkan rumah, menjahit, dan lain sebagainya. Istri-istri beliau juga diperbolehkan untuk mencari ilmu dan menjadi seorang ulama besar seperti Aisah ataupun menjadi pedagang sukses seperti Khadijah. Hal ini membuktikan bahwa dalam ajarannya, perempuan memiliki hak yang sama seperti pria untuk meraih kesuksesan.

AL-QURAN DAN NARASI KESETARAAN GENDER
Jika kita membicarakan mengenai Islam, Al-Quran tentu merupakan sumber terbaik untuk mendapatkan informasi. Berbeda dengan pendapat laki-laki dalam kisah kolega saya sebelumnya, Al-Quran sangat melindungi perempuan. Banyak sekali ayat-ayat yang menyatakan bahwa tidak ada gap atau perbedaan antara laki-laki dan perempuan dalam urusan beribadah. Allah bahkan memberikan satu surah khusus yang didedikasikan untuk perempuan yaitu surat An-Nisa.

Berikut adalah beberapa dari sekian banyak ayat yang menyatakan tentang perlindungan Allah terhadap perempuan:
  1. Memiliki Posisi Sama Dengan Pria. Sesungguhnya Aku tidak menyia-nyiakan amal orang-orang yang beramal di antara kamu, baik laki-laki atau perempuan, (karena) sebagian kamu adalah turunan dari sebagian yang lain. [Qs. Ali-Imran:1 95].
  2. Wanita Tidak Boleh Dipaksa dan Disusahkan. “Hai orang-orang yang beriman, tidak halal bagi kamu mempusakai wanita dengan jalan paksa dan janganlah kamu menyusahkan mereka karena hendak mengambil kembali sebagian dari apa yang telah kamu berikan kepadanya, terkecuali bila mereka melakukan pekerjaan keji yang nyata. Dan bergaullah dengan mereka secara patut. Kemudian bila kamu tidak menyukai mereka, (maka bersabarlah) karena mungkin kamu tidak menyukai sesuatu, padahal Allah menjadikan padanya kebaikan yang banyak.” (QS. An Nisa [4]: 19)
  3. Memiliki Hak Warisa. “Bagi orang laki-laki ada hak bagian dari harta peninggalan ibu-bapa dan kerabatnya, dan bagi orang wanita ada hak bagian (pula) dari harta peninggalan ibu-bapa dan kerabatnya, baik sedikit atau banyak menurut bahagian yang telah ditetapkan”. [QS. An-Nisa: 7].
  4. Perempuan Memiliki Hak Untuk Dipelihara. Allah SWT berfirman, “Dan jika kalian khuatir tidak akan dapat berlaku adil terhadap hak-hak perempuan yatim (bila mana kalian menikahinya), maka nikahilah wanita-wanita lain yang kalian senangi: dua, tiga, atau empat. Kemudian jika kalian khuatir tidak dapat berlaku adil maka nikahilah seorang wanita sahaja atau budak-budak perempuan yang kalian miliki. Yang demikian itu lebih dekat untuk kalian dan tidak berlaku aniaya.” [Surah An-Nisa: 3].

Apabila Allah dan Rasulullah menyerukan adanya kesetaraan gender dan mengangkat hak-hak perempuan, lantas darimana datangnya ideologi superioritas dan objektifikasi dari para laki-laki muslim terhadap perempuan?

KAMBING HITAM BUDAYA PATRIARKI
Sebuah artikel menarik berjudul “If you want to know about Muslim women’s rights, ask Muslim women” (2017) di portal berita The Guardian oleh Susan Carland, membuka pintu argumen saya mengenai pandangan non-Islam terhadap isu wanita dalam Islam. 

Yang menjadi pusat skeptis Barat terhadap wanita muslim bukanlah realitas Islam yang sesungguhnya, entah itu secara historis, seperti yang telah saya jabarkan sebelumnya, maupun Islam modern. Penggambaran Islam di media secara garis besar acap kali menunjukkan antagonism, mulai dari isu terorisme hingga isu wanita. Tanpa disadari, masyarakat ini belajar dari apa yang telah ditunjukkan pada mereka setiap harinya, meninggalkan kesempatan untuk bertanya pada narasumber yang bersangkutan secara langsung. Hal inilah yang mengakibatkan adanya penafsiran yang salah antara budaya dan agama, poin penting yang ingin saya tegaskan. 

Budaya bukanlah agama. Budaya ada lebih dulu dari agama, sehingga budaya yang telah terpatri di kepala kita akan lebih sulit untuk dihilangkan. Kecenderungan ini membuat para laki-laki entah itu muslim maupun non-muslim, di negara yang masih kental budaya patriarkinya, akan memproyeksikan kebiasaan yang telah mereka lakukan selama ini. 

Budaya patriarki adalah sebuah budaya dimana pria adalah gender yang dianggap dominant dan wanita dianggap berada jauh dibawah pria, bahkan ditiadakan (Sanday, 2001). Dalam budaya patriarki, wanita dianggap sebagai pelengkap untuk pria, sehingga sebagian besar pria hanya menjadikan wanita sebagai objek nafsu dan budak. 

Non-muslim yang belum mempelajari mengenai Islam akan melihat secara kasat mata bahwa Islam adalah inti permasalahan dalam isu wanita. Padahal, aplikasi budaya patriarki dalam kehidupan rumah tangga tidak ada sangkut pautnya dengan ajaran Islam, yang sudah sangat jelas dan terbukti melindungi wanita. Karena buruknya media memrepresentasikan Islam di Barat, menjadikan perempuan Islam sebagai kambing hitam sebuah sistem yang disebabkan oleh budaya patriarki.  

Islam tidak pernah mengagungkan pria dan menomorduakan wanita. Wanita Islam merupakan wanita yang terhormat, yang dibanggakan oleh Allah dan Rasul-Nya. Kedua gender memiliki posisi yang sama di mata Allah, dan memiliki kesempatan yang sama di dunia maupun di akhirat. (Isabel Sonora)

Referensi
Carland, Susan. 2017. "If you want to know about Muslim women's rights, ask Muslim women." The Guardian. May 6. Accessed 2020. https://www.theguardian.com.
Garrison, Jim. 2017. "Muhammad Was A Feminist." Huffpost. October 29. Accessed 2020. https://huffpost.com.
Ma'an, Abul Husn. 2003. "Khawla Bint Al Azwar: The Islamic Heroine." AlShindaqah. May. Accessed 2020. https://www.alshindagah.com.
PBS Team. n.d. "Muhammad and Women." PBS - Muhammad: Legacy of A Prophet. Accessed February 2020. https://www.pbs.org.
2020. Quran.
Sanday, P.R. 2001. "Male Dominance." International Encyclopedia of the Social & Behavioral Sciences.


Posting Komentar